Dikutip dari Telegraph, Selasa (25/5/2010), penelitian yang dilakukan di Nevada University ini dilatarbelakangi oleh rendahnya minat baca di sekolah. Guru cenderung mengabaikan pentingnya baca buku, dan beralih ke Lembar Kerja Siswa (LKS) demi mengejar target lulus ujian.
Michael Rosen, seorang mantan penulis buku untuk anak prihatin melihat hal itu. Menurutnya banyak anak yang menjalani pendidikan formal selama sekian tahun, tanpa pernah membaca buku meski hanya untuk satu jilid novel.
Padahal efek dari membaca terhadap minat belajar cukup signifikan. Penelitian membuktikan, anak yang sejak kecil banyak membaca cenderung untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi.
Penelitian yang dimuat dalam jurnal Research in Social Stratification and Mobility tersebut telah membuktikan hal itu. Tidak bisa dianggap remeh, sebab penelitian tersebut melibatkan tak kurang dari 70.000 orang dari 27 negara.
Terungkap dalam penelitian itu, koleksi sebanyak 500 judul buku dapat memperpanjang waktu yang dihabiskan seorang anak untuk menempuh pendidikan. Rata-rata anak tersebut menempuh pendidikan 3 tahun lebih lama
dibandingkan yang kurang banyak membaca.
Di beberapa negara seperti China, efeknya terhadap minat studi lebih panjang yakni hingga 6 tahun. Sementara di Amerika Serikat hanya 2 tahun lebih lama.
Artinya, anak tersebut tidak berhenti pada jenjang pendidikan tertentu melainkan meneruskan ke jenjang berikutnya. Ini tidak dialami oleh anak yang tidak atau kurang banyak membaca.
Dan hasil penelitian tersebut menegaskan, faktor yang mempengaruhi bukan tingkat pendidikan orang tua maupun pekerjaannya. Buku jauh lebih memberikan pengaruh terhadap kecenderungan untuk lebih lama bersekolah.
Bahkan tidak harus 500 buku, cukup dengan 20 buku saja anak sudah termotivasi untuk belajar lebih lama. Studi pendahuluan yang menyertai penelitian itu juga mengungkap, buku sejarah dan ilmu pengetahuan memberikan efek lebih besar dibandingkan jenis buku yang lain.
Sumber : detik.com
0 komentar:
Posting Komentar